Kesan sangat kuat jika Ganjar ingin meniru Jokowi dalam pencitraan. Ganjar lupa dua hal. Pertama, Jokowi besar dan menasional karena idenya terkait Mobil Esemka dan pembelaannya yang riil dan sukses kepada wong cilik di pasar Klewer Solo. Saat itu, Gubernur Jateng mau Gusur pasar Klewer untuk disulap jadi mall. Jokowi pasang badan dan bela rakyat.
Kedua, blusukan Jokowi yang oleh publik di kemudian hari dianggap pencitraan, saat itu lebih alami, dan menjadi trend baru yang diinisiasi oleh Jokowi sendiri. Kalau ini dianggap produk, ini produk Jokowi. Lebih genuin sebagai bentuk antitesa para pejabat yang elitis dan jauh dari rakyat. Jokowi mendobrak Tembok-tembok elitisme itu. Jokowi sukses menjadi antitesa dan berhasil memikat hati rakyat.
Inilah yang membedakan Jokowi dari Ganjar. Pencitraan Ganjar "copy paste" dan hadir tidak tepat waktu. Saat ini rakyat sedang merindukan hasil kerja yang konkret. Rakyat butuh prestasi riil dari para pemimpin. Ganjar lemah di bidang ini.
Kalau saat ini Ganjar punya elektabilitas, itu bubble. Bersifat sementara, dan kemungkinan akan segera meredup saat genderang Pilpres betul-betul ditabuh. Ketika semua kandidat ON, dan kompetisi mulai serius, maka ini tidak akan mudah bagi Ganjar.
Ketika semua kandidat keluar dari sarangnya, timses sudah benar-benar bekerja, Ganjar kemungkinan akan tersalib karena faktor kontens yaitu track record, hasil kerja dan prestasi yang tidak terlalu kuat.
Ganjar berhasil curi start dalam kampanye. Timnya kerja keras dengan logistik yang memadai di saat kandidat yang lain belum serius bekerja. Itupun hasil elektabilitasnya tidak tepat jauh dengan yang lain.
Sebagai analogi, Ganjar naik motor, sedang yang lain masih jalan kaki. Tapi jarak Ganjar dengan yang lain gak terpaut jauh. Ini bisa jadi indikator betapa elektabilitas Ganjar terseok-seok.
Apalagi jika kasus E-KTP terus disentuh, maka akan semakin menyulitkan bagi Ganjar.
Kasus E-KTP sedang diangkat lagi di KPK. Baru-baru ini, sejumlah pejabat sudah dijadikan tersangka dan ditahan oleh KPK. Tak lama lagi akan menjadi berita. Dan lagi-lagi, berita itu akan terus mengaitkannya dengan Ganjar. Video Nazaruddin di persidangan yang mengaku memberi uang ke Ganjar viral lagi. Entah siapa yang bermain di balik semua ini, tapi ini akan menjadi pertarungan isu yang sangat ketat dan cukup menyulitkan.
Soal merakyat, Ganjar beda dengan Jokowi. Kasus Wadas yang saat ini ramai, bukti bahwa Ganjar gagal menunjukkan kesan merakyat seperti Jokowi. Kasus Wadas viral, menasional, bahkan menginternasional. Dunia membicarakannya. Akhir-akhir ini, kasus Wadas menjadi obrolan rakyat sehari-hari.
Empati terhadap kasus Wadas membuat rakyat menyalahkan Ganjar. Ganjar dianggap orang yang bertanggung jawab terhadap kasus Wadas. Karena semua ini bertitik tolak dari pergub yang dikeluarkan Ganjar.
Bagi Jokowers, Ganjar bukan Jokowi dan jauh dari karakter yang dimiliki Jokowi. Dan ini terlihat dari respon masyarakat terhadap Ganjar. Dimana Ganjar kunjungan, respon masyarakat sepi. Beda dengan Jokowi, dimanapun berada, masyarakat ramai, membludak dan antusias. Dalam konteks ini, lepas apapun persepsi yang berkembang, Jokowi memang fenomenal.
Membandingkan Ganjar dengan Jokowi memang tidak aple to aple. Beda karakter dan beda kelas. Boleh jadi juga beda nasib.
Surabaya, 13 Pebruari 2022